K MAKI : Rendahnya penyerapan anggaran Pemprov Sumsel indikasi kinerja buruk SKPD

Palembang,wartapolri.com- Penyerapan anggaran Pemprov Sumsel menjadi salah satu sorotan Kemendagri dan Kemenkeu karena rendahnya penyerapan anggaran. Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran (TA) 2021.

Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri dan Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan menyasar tujuh provinsi yang serapan belanja APBD-nya masih rendah.

Daerah-daerah dengan serapan anggaran terendah meliputi Provinsi Kalimantan Utara, Aceh, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Barat, Papua dan Papua Barat. Hal ini dinyatakan oleh Plh Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Agus Fatoni.

Menyikapi rendahnya serapan anggaran ini, Koordinator K MAKI “Bony Balitong” angkat bicara.

“Rendahnya penyerapan anggaran ini berdasarkan data yg sudah diolah dari Ditjen Bina Keuangan daaerah Kemendagri sementara waktu tinggal sebulan lagi”, ucap Bony Balitong

“Data serapan anggaran per Provinsi ini di keluarkan Ditjen Keuangan Daerah Kemendagri per 18 Nop 2021 pkl 18.00 wib”, kata Bony Balitong

“Serapan anggaran Pemprov Sumsel sebesar 58,2% per Nopember 2021 atau dalam waktu satu bulan hingga crosing death anggaran Pemprov Sumsel harus mencairkan 41,8% APBD Sumsel 2021, apakah hal itu memungkinkan”, papar Bony Balitong.

“Biasanya pada bulan Nopember Anggaran belanja daerah sudah dicairkan untuk belanja tak langsung sebesar 90% dan ini artinya serapan belanja langsung pada Nopember paling tinggi mungkin pada kisaran 30%”, pungkas Bony Balitong.

Sementara itu Deputy K MAKI Feri Kurniawan menambahkan pendapatnya terkait rendahnya penyerapan anggaran APBD Sumsel 2021 dengan pernyataannya, “Apa karena buruknya kinerja OPD terkait atau karena proyeksi anggaran yang terlalu tinggi sementara anggaran yang tersedia defisit atau juga karena Pemprov Sumsel terfokus pada proyek infrastruktur”, ucap Feri Kurniawan Deputy K MAKI.

“Rendahnya serapan anggaran ini berpotensi hukum bila adanya rekayasa pengeluaran anggaran dengan modus tangguhan anggaran di SKPD dan pajak di muka”, ujar Feri Kurniawan.

“Progres pembayaran ke fihak ketiga di mark up untuk mempercepat penyerapan anggaran berpotensi terjadi”, papar Feri Kurniawan. ” Hal ini berpotensi kelebihan pembayaran dan berpotensi melanggar aturan perundangan”, jelas Feri Kurniawan.

“Hal aneh bila audit reguler BPK RI dengan standart aturan Keuangan negara memberikan pendapat WTP karena berbeda penyajian dengan Keuangan swasta yang tidak mengacu kepada aturan perundangan negara”, kata Feri Kurniawan.

“Aneh bila tidak ada silpa pada APBD 2021 dan mungkin silpa APBD Sumsel 2021 minimal pada kisaran 15% dan kalaupun di paksakan serapan anggaran diatas 98% maka maka ada catatan manajemen letter seperti halnya audit perusahaan swasta”, pungkas Feri Kurniawan.

Sumber & Rilis : K Maki Sumsel

Nazarudin Siregar

Mungkin Anda Menyukai